LIFESTYLE, CILACAP.INFO – Meski dalam sebuah hadits disebutkan bahwa setan dibelenggu selama Ramadhan, namun kegandrungan berbuat dosa masih juga tinggi. Termasuk melakukan onani di siang Ramadhan. Bagaimana hukumnya?
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, onani sebagai aktivitas pengeluaran mani (sperma) tanpa melakukan sanggama. Onani disebut semakna dengan masturbasi, yaitu proses memperoleh kepuasan seks tanpa berhubungan kelamin.
Lalu bagaimana dampak hukum karena onani atau masturbasi saat seseorang menjalankan ibadah puasa?
Dalam pembahasan ini, kita setidaknya menemukan empat kata kunci, yaitu onani/masturbasi (istimna’), orgasme yang ditandai dengan ejakulasi (inzal), kontak fisik laki-laki dan perempuan berupa sanggama/hubungan badan atau lainnya (mubasyarah), dan pembatalan puasa (ifthar).
Keterangan perihal onani dalam kaitannya dengan ibadah puasa dapat ditemukan antara lain pada kitab Al-Majmu’ berikut ini:
إذا استمنى بيده وهو استخراج المنى افطر بلا خلاف عندنا لما ذكره المصنف
Artinya: Bila seseorang melakukan onani dengan tangannya–yaitu upaya mengeluarkan sperma–, maka puasanya batal tanpa ikhtilaf ulama bagi kami sebagaimana disebutkan oleh penulis matan (As-Syairazi). (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, [Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah: 2010 M], juz VI, halaman: 286).
Aktivitas onani yang dilakukan hingga ejakulasi dapat membatalkan puasa karena kesamaan ejakulasi yang disebabkan mubasyarah. Keterangan ini dapat ditemukan pada kitab Al-Majmu’ berikut ini:
وان استمنى فانزل بطل صومه لانه انزال عن مباشرة فهو كالانزال عن القبلة ولان الاستمناء كالمباشرة فيما دون الفرج من الاجنبية في الاثم والتعزير فكذلك في الافطار
Artinya: Jika seseorang beronani lalu keluar mani atau sperma (ejakulasi) maka puasanya batal karena ejakulasi sebab kontak fisik (mubasyarah) laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan yang sama dengan ejakulasi sebab ciuman. Onani memiliki konsekuensi yang sama dengan kontak fisik pada selain kemaluan antara laki-laki dan perempuan, yaitu soal dosa dan sanksi takzir. Demikian juga soal pembatalan puasa. (Lihat Imam An-Nawawi, 2010 M: VI/284).
Tampilkan Semua